Beranda
Profil
Berita
Kampus
Pop culture
Politik
Opini
Product
Event
Galeri
Kontak
Membangun Kepercayaan atau Menjaga Citra? Government PR dalam Sorotan
Sofyan Hotel, Jakarta – Dalam acara bertajuk Government PR: Menembus Kebisingan, Menjawab Harapan yang diselenggarakan pada Selasa (29/4), para pakar komunikasi berbagi pandangan tentang bagaimana Humas Pemerintah harus beradaptasi dengan tantangan komunikasi di era digital. Acara yang diselenggarakan di Sofyan Hotel Cut Meutia, Cikini ini menghadirkan narasumber utama dari kalangan pejabat publik dan praktisi komunikasi yang berpengalaman, yaitu M. Isra Ramli (Deputi I Kantor Komunikasi Kepresidenan RI), Molly Prabawaty (Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa Kementerian Komunikasi dan Digital RI), dan Dr. Nia Sarinastiti (Dewan Pakar Perhumas), serta Florida Andriana (Co-Founder Think Policy Indonesia).
Transformasi Komunikasi Pemerintah di Era Digital
Dengan latar belakang dunia yang semakin penuh dengan informasi yang beredar di media sosial, komunikasi publik pemerintah menghadapi tantangan besar untuk memastikan pesan yang disampaikan tetap jelas dan dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat. Menurut Bapak M. Isra Ramli, peran Humas Pemerintah sangat penting dalam menjaga transparansi dan komunikasi yang efektif antar kementerian. “Koordinasi antar kementerian adalah kunci utama agar kebijakan pemerintah tidak terjebak dalam misinformasi, dan agar masyarakat bisa melihat dampak positif dari setiap kebijakan,” ujar Bapak Isra dalam diskusi tersebut.
Kehadiran Ibu Molly Prabawaty menambahkan dimensi penting dalam pembahasan, dengan menyoroti peran Komunikasi Digital (Komdigi) dalam menghadapi tantangan tersebut. “Di dunia yang sangat terhubung ini, komunikasi digital menjadi alat yang tak tergantikan. Pemerintah harus bisa menjadi sumber informasi yang dapat dipercaya, dan dalam hal ini, kami berperan sebagai single source untuk memastikan informasi yang diterima masyarakat adalah yang benar,” jelas Ibu Molly.
Sementara itu, Ibu Dr. Nia Sarinastiti menegaskan pentingnya keterbukaan dalam komunikasi kebijakan. “Tidak hanya berfokus pada keberhasilan, pemerintah harus mengakui tantangan yang ada dan mendengarkan kritik yang datang dari masyarakat. Hal ini akan memperkuat kepercayaan publik terhadap kebijakan yang diambil,” jelas Dr. Nia, mengingatkan bahwa komunikasi yang inklusif adalah salah satu pilar penting dalam membangun kebijakan yang diterima publik.
Membangun Kepercayaan Melalui Transparansi dan Empati
Penting untuk dicatat bahwa komunikasi kebijakan yang hanya mengedepankan hasil atau keberhasilan bisa memperlemah fondasi kebijakan itu sendiri. Sebaliknya, komunikasi yang berbasis pada empati dan transparansi adalah kunci agar kebijakan dapat diterima dan dipahami dengan baik. Kak Florida Andriana turut menyoroti pentingnya narasi yang inklusif. “Komunikasi bukan hanya soal mengumumkan kebijakan, tapi bagaimana kebijakan itu bisa melibatkan publik. Dengan membangun komunikasi yang berfokus pada partisipasi masyarakat, kita bisa memperkuat kepercayaan publik dan menciptakan dialog yang konstruktif,” tambah Kak Florida.
Menerima Kritik Sebagai Bagian dari Proses Demokrasi
Acara ini juga menggali lebih dalam mengenai strategi komunikasi krisis. Di tengah banyaknya hoaks dan disinformasi yang beredar, pemerintah harus siap merespons dengan cepat dan tepat. Bapak Isra menekankan bahwa dalam situasi krisis, kecepatan respons dan keterbukaan informasi menjadi hal yang sangat krusial. “Ketika hoaks beredar, kita harus segera memberikan klarifikasi yang tepat agar informasi yang salah tidak menyebar lebih jauh,” ujarnya.
Ibu Molly menambahkan bahwa keberhasilan komunikasi pemerintah di era digital ini sangat bergantung pada konsistensi pesan, yang harus tetap dijaga di berbagai platform media sosial dan digital.
Mempersiapkan Pemerintah untuk Tantangan yang Lebih Besar
Sebagai penutup, para narasumber sepakat bahwa Humas Pemerintah memiliki tugas yang sangat besar dalam menghadapi tantangan komunikasi di era digital. Untuk itu, diperlukan strategi komunikasi yang lebih adaptif dan berbasis pada data yang jelas, agar masyarakat bisa mendapatkan informasi yang benar dan tepat. Transparansi, empati, dan partisipasi publik menjadi elemen penting dalam membangun komunikasi yang kuat dan efektif.
Dengan demikian, meskipun menghadapi kebisingan informasi yang terus berkembang, pemerintah dapat menggunakan komunikasi yang lebih inklusif dan terstruktur dengan baik untuk menjaga kepercayaan masyarakat dan memastikan kebijakan yang diambil dapat diterima dengan baik oleh seluruh lapisan masyarakat.
Author
Andhika Ramadhan Kusuma Mahasiswa FISIP UHAMKA
Instagram
Youtube
Map-marked-alt
Icon-whatsapp-1